Kunci Surga dan Geriginya (Syarat-Syarat LAA ILAAHA ILLALLAAH)
KUNCI SURGA DAN GERIGI-NYA
(SYARAT-SYARAT LAA ILAAHA ILLALLAAH)
oleh : Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman
Wahb bin
Munabbih rahimahullah pernah ditanya: Bukankah kunci surga adalah Laa
Ilaaha Illallaah? Beliau menjawab: Ya. Tapi setiap kunci pasti memiliki
gerigi-nya. Jika engkau memiliki kunci dengan gerigi yang tepat maka
pintu itu akan terbuka, namun jika gerigi kunci itu tidak tepat, maka
pintu itu tidak akan terbuka (Hilyatul Awliyaa’ (4/66), (at Taarikhul Kabiir [1/95]).
Wahb bin
Munabbih adalah salah seorang tabi’i. Beliau murid beberapa orang
Sahabat Nabi seperti Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’id al-Khudriy,
anNu’man bin Basyir, Jabir bin Abdillah, dan Ibnu Umar. Al-Imam
al-Bukhari meriwayatkan hadits yang melalui jalur Wahb bin Munabbih
tidak kurang dalam 2 riwayat, sedangkan al-Imam Muslim meriwayatkan
tidak kurang 4 hadits.
Makna
ucapan dari Wahb bin Munabbih di atas adalah: tidak cukup bagi seseorang
sekedar mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Ia harus menjalankan
konsekuensi/ syarat dari ucapan itu. Konsekuensi/ syarat dari ucapan Laa
Ilaaha Illallah adalah ibarat gerigi bagi sebuah kunci. Benar bahwa Laa
Ilaaha Illallah adalah kunci surga, namun konsekuensi yang dijalankan
setelah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah adalah gerigi yang menentukan
apakah pintu (surga) itu terbuka atau tidak.
Al-Hasan
al-Bashri rahimahullah pernah bertanya kepada seseorang: Apa yang engkau
persiapkan untuk kematian? Orang itu mengatakan: persaksian (syahadat)
Laa Ilaaha Illallah. Al-Hasan al-Bashri menyatakan: Sesungguhnya bersama
persaksian itu ada syarat-syarat (yang harus dipenuhi)(Siyaar A’laamin Nubalaa’ [4/584]).
Al-Hasan
al-Bashri adalah seorang tabi’i. Beliau murid dari beberapa orang
Sahabat Nabi seperti Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Imron bin Hushain,
al-Mughiroh bin Syu’bah, Jabir.
Para
Ulama’ setelahnya kemudian mengumpulkan dalil-dalil dan merangkumnya
dalam penjelasan tentang apa saja syarat-syarat yang terkandung dalam
Laa Ilaaha Illallah. Syarat-syarat tersebut harus terpenuhi sebagaimana
diibaratkan sebagai gerigi dalam kunci untuk membuka pintu surga.
Syarat-syarat Laa Ilaaha Illallah ada 7, yaitu:
- Mengetahui maknanya (al-‘Ilmu).
- Yakin dan tidak ragu akan kandungan maknanya (al-Yaqiin).
- Menerima konsekuensi dari ucapan Laa Ilaaha Ilallaah dengan lisan dan hatinya serta tidak menolaknya (al-Qobuul).
- Tunduk terhadap perintah dan larangan yang terkandung dalam Laa Ilaaha Illallah dan berserah diri kepada Allah (al-Inqiyaad).
- Jujur dalam mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah (as-Shidq). Sesuai antara apa yang diucapkan dengan yang diyakini dalam hati serta menjalankan konsekuensinya.
- Ikhlas dalam mengucapkannya karena Allah (al-Ikhlash).
- Cinta terhadap kandungan yang terdapat dalam Laa Ilaaha Illallah (al-Mahabbah).
Berikut ini akan disebutkan dalil-dalil dan penjelasan terhadap ke-7 syarat tersebut :
-Pertama: al-Ilmu, mengetahui kandungan makna Laa Ilaaha Illallah.
Seseorang
muslim harus mengetahui makna Laa Ilaaha Illallaah. Allah memerintahkan
dalam al-Quran untuk mengetahui makna Laa Ilaaha Illallah tersebut:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Ketahuilah, bahwasanya tidak ada Ilaah (sesembahan yang haq) kecuali Allah…”(Q.S Muhammad: 19)
Sangat
disayangkan ketika sebagian besar saudara kita muslim masih belum
mengerti dan memahami makna Laa Ilaaha Illallah. Makna Laa Ilaaha
Illallah sebenarnya juga terkandung dalam bacaan dzikir yang disunnahkan
untuk dibaca setiap selesai sholat fardlu:
… لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ…
…Laa Ilaaha Illallaah, dan kami tidak menyembah (beribadah)) kecuali hanya kepadaNya…(H.R Muslim dari Abdullah bin az-Zubair).
Itu
menunjukkan bahwa ucapan Laa Ilaaha Illallah maknanya adalah tidak ada
sesembahan yang haq kecuali Allah. Segala macam bentuk ibadah hanya
boleh dipersembahkan untuk Allah semata, tidak boleh diberikan kepada
selain-Nya.
-Kedua: al-yaqiin, yakin dan tidak ragu terhadap kandungan makna yang terdapat di dalamnya.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
“Hanyalah orang-orang yang beriman itu adalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian tidak ragu…”(Q.S al-Hujuraat:15)
-Ketiga: al-Qobuul, menerima dengan sepenuh hati tidak bersikap sombong dengan menolaknya. Bersedia menjalankan konsekuensinya.
Sikap
orang yang beriman berbeda dengan orang-orang kafir yang ketika
disampaikan kepadanya Laa Ilaaha Illallah, mereka bersikap sombong
(takabbur).
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ
“Sesungguhnya mereka (orang-orang musyrikin) jika dikatakan kepada mereka Laa Ilaaha Illallaah, mereka menyombongkan diri”. (Q.S as-Shaffaat: 35)
Orang-orang
musyrikin Arab sangat paham dengan makna Laa Ilaaha Illallah. Mereka
tahu bahwa jika mereka mengucapkannya, mereka harus meninggalkan seluruh
sesembahan selain Allah yang sebelumnya mereka sembah. Mereka tidak mau
melakukan konsekuensi itu sebagai bentuk kesombongan.
Orang-orang musyrikin Arab tersebut menganggap dakwah Nabi itu sebagai sesuatu yang aneh. Mereka mengatakan:
أَجَعَلَ الْآَلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Apakah dia (Muhammad) menjadikan sesembahan-sesembahan itu hanya satu saja? Sungguh itu adalah suatu hal yang mengherankan!” (Q.S Shood:5)
Hal ini
menunjukkan bahwa konsekuensi dari ucapan Laa Ilaaha Illallah adalah
meninggalkan sesembahan-sesembahan lain selain Allah.
مَنْ
قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ
اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ
“Barangsiapa
yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah dan mengkufuri segala yang
disembah selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, serta
perhitungannya diserahkan kepada Allah” (H.R Muslim)
-Keempat: al-Inqiyaad, tunduk patuh dan berserah diri kepada Allah.
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى…
“dan
barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah sedangkan ia berbuat
kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang dengan buhul tali yang
kokoh” (Q.S Luqman: 22)
Buhul tali yang kokoh itu ditafsirkan oleh Sahabat Nabi Ibnu Abbas sebagai Laa Ilaaha Illallah (Tafsir atThobary)
-Kelima: as-Shidq, Jujur, tidak mengandung kedustaan
مَا
مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى
النَّارِ
“Tidaklah
ada seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah (sesembahan yang haq)
kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, jujur dari hatinya,
kecuali Allah akan haramkan ia dari anNaar (neraka)”. (H.R al-Bukhari dari Anas bin Malik)
Sebaliknya, orang munafik hanya mengucapkan secara lisan namun tidak jujur dalam hatinya. Hatinya mengingkarinya.
…يَقُولُونَ بِأَفْواهِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ…
“…mereka
(kaum munafikin) mengucapkan dengan mulut mereka apa yang tidak
terdapat dalam hati mereka, dan Allah Paling Mengetahui apa yang mereka
sembunyikan”. (Q.S Ali Imran: 167).
-Keenam: Ikhlas dalam mengucapkannya, hanya karena Allah
فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
“Sesungguhnya
Allah mengharamkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa Ilaaha
Illallah, (hanya) mengharapkan Wajah Allah (ikhlas)”. (H.R al-Bukhari dan Muslim dari ‘Itban bin Malik)
Orang
beriman mengucapkan dan menjalankan konsekuensi Laa Ilaaha Illallah
dengan ikhlas karena Allah semata, sedangkan orang munafik
mengucapkannya hanya untuk kepentingan duniawi.
-Ketujuh: al-Mahabbah (Mencintai Laa Ilaaha Illallah, dan mencintai orang-orang yang menjalankan syarat-syaratnya).
Konsekuensi
dari mengucapkan Laa Ilaaha Illallah adalah mencintai Ahlul Iman/ Ahlut
Tauhid dan membenci kesyirikan, kekufuran dan orang-orangnya. Mencintai
Allah di atas segala-galanya. Mencintai karena Allah dan membenci
karena Allah.
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ
كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ…
“Dan
di antara manusia, ada yang menjadikan tandingan-tandingan dari selain
Allah yang mereka mencintainya sebagaimana kecintaan mereka kepada
Allah. Sedangkan orang yang beriman lebih tinggi kecintaannya kepada
Allah…”. (Q.S al-Baqoroh:165)
لَا
تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ
مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ
أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي
قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ
حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Tidaklah
engkau dapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir
mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan RasulNya walaupun orang
itu adalah ayah, anak, saudara laki-laki, atau karib kerabat mereka.
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tetapkan iman dalam hatinya dan
Allah kuatkan mereka dengan pertolongan yang datang dariNya. Dan Allah
memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepadaNya. Mereka adalah golongan Allah. Ketahuilah
sesungghnya golongan Allah adalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S al-Mujaadilah:22)
<< Abu Utsman Kharisman >>
Sumber : WA al-I’tishom – Probolinggo melalui WA Salafy Lintas Negara
No comments:
Post a Comment